Kewenangan Polri dan Pembuktian Keaslian Ijazah dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara "
Targetinfo news
( Analisis atas Kasus Roy Suryo – Rismon Sianipar dkk dalam Tudingan Ijazah Palsu Presiden Jokowi )
Penulis:
Acep Sutrisna – Pemerhati Kebijakan Publik Tasik Utara
Pendahuluan.
Polemik keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali menghangat seiring dengan penetapan Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan sejumlah pihak lain sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Kasus ini menuai sorotan luas karena menyinggung dua ranah hukum berbeda — pidana dan administrasi negara — yang seringkali disalahpahami dalam praktik penegakan hukum di Indonesia.
Publik bertanya-tanya, apakah kepolisian berwenang membuktikan keaslian dokumen administrasi negara seperti ijazah?
Dan apakah penetapan tersangka tersebut memiliki dasar hukum yang sah?
Untuk menjawabnya, perlu dilakukan analisis komprehensif berdasarkan kerangka hukum positif Indonesia, guna menempatkan perkara ini pada jalur hukum yang benar, serta mencegah politisasi hukum yang berpotensi merusak sistem keadilan.
Dasar Hukum Kewenangan Polri
Kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang secara eksplisit memuat:
· Pasal 13: Tugas pokok Polri meliputi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
·Pasal 14 ayat (1): Polri berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana.
Namun dalam konteks pembuktian keaslian ijazah, kewenangan Polri tidak bersifat absolut. Sebab, ijazah adalah dokumen produk hukum administrasi, bukan objek hukum pidana, kecuali ditemukan unsur pemalsuan nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
Dengan demikian, Polri baru dapat bertindak bila terdapat bukti autentik bahwa dokumen tersebut benar-benar dipalsukan atau dimanipulasi. Tanpa itu, penyidikan akan kehilangan dasar hukum dan berpotensi menyalahi kewenangan.
Ijazah Sebagai Produk Hukum Administrasi Negara
Dalam perspektif hukum administrasi, ijazah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana disebutkan dalam:
Pasal 1 angka 9 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyatakan:
“Keputusan Administrasi Pemerintahan adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.”
Ijazah adalah hasil keputusan resmi lembaga pendidikan yang berwenang (universitas atau sekolah tinggi). Dengan demikian, setiap gugatan atau keraguan atas keabsahannya tidak dapat diperiksa oleh kepolisian, melainkan melalui mekanisme Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Mengapa Polda Metro Jaya Tidak Dapat Melanjutkan Penyidikan
Secara hukum, terdapat tiga alasan yuridis kuat mengapa Polda Metro Jaya tidak dapat melanjutkan penyidikan terhadap kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi:
1.Objek Sengketa Tidak Termasuk Ranah Pidana
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan hanya dapat dilakukan bila terdapat dugaan tindak pidana. Ijazah, sebagai produk administrasi, tidak termasuk objek hukum pidana kecuali ada bukti pemalsuan konkret.
2.Kewenangan Pembuktian Ada di PTUN
Menurut Pasal 1 angka 4 UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, PTUN berwenang memeriksa dan memutus sengketa akibat keputusan administrasi negara. Karena itu, keabsahan ijazah harus diuji di PTUN, bukan di kepolisian.
3.Ketiadaan Kompetensi Verifikatif Polri
Polri tidak memiliki otoritas administratif untuk menilai keaslian dokumen negara. Penilaian semacam ini berada pada Kemendikbudristek, universitas penerbit ijazah, atau lembaga akreditasi pendidikan.
Peradilan Tata Usaha Negara Sebagai Jalur Hukum yang Tepat
Apabila keabsahan ijazah Presiden atau pejabat negara diragukan, maka jalur hukum yang benar adalah PTUN, bukan penyidikan pidana. Prinsip ini sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali, bahwa hukum khusus (administrasi negara) mengesampingkan hukum umum (pidana).
PTUN memiliki kewenangan untuk:
1.Memeriksa keabsahan keputusan administrasi,
2.Menilai bukti administratif secara objektif,
3.Memanggil pejabat penerbit dokumen untuk klarifikasi,
4.Mengeluarkan putusan final dan mengikat (inkracht van gewijsde).
Dengan demikian, putusan PTUN-lah yang menjadi satu-satunya dasar hukum sah untuk menyatakan ijazah seseorang asli atau tidak.
Analisis Yuridis dan Implikasi Kebijakan Publik
Kasus ini memperlihatkan bahwa ketidakpahaman publik terhadap pembagian kewenangan antar-lembaga penegak hukum sering menimbulkan distorsi hukum dan politisasi perkara.
Hukum Pidana berfungsi menghukum perbuatan yang melanggar norma publik.
Hukum Administrasi Negara berfungsi menilai tindakan pejabat atau lembaga pemerintahan.
Jika kedua ranah ini dicampuradukkan, hasilnya adalah ketidakpastian hukum (legal uncertainty) yang berbahaya bagi prinsip negara hukum (rechtstaat).
Oleh karena itu, prinsip due process of law harus ditegakkan agar kepastian hukum dan keadilan tetap terjamin.
Dapatkah Penetapan Tersangka Roy Suryo cs Dibatalkan?
Penetapan tersangka harus tunduk pada asas legalitas dan due process of law. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP, seseorang hanya dapat ditetapkan sebagai tersangka bila terdapat bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti sah (Pasal 184 KUHAP).
1.Unsur Pidana Pasal 263 KUHP Tidak Terpenuhi
Pasal 263 KUHP mengatur tentang perbuatan membuat atau memalsukan surat. Dalam kasus ini, Roy Suryo cs tidak membuat atau menggunakan ijazah palsu, melainkan menyampaikan pendapat dan dugaan publik mengenai keaslian ijazah Presiden.
Dengan demikian, unsur pemalsuan dalam pasal tersebut tidak terpenuhi, sehingga dasar pidananya lemah.
2.Pelanggaran Asas Actus Reus
Dalam hukum pidana, harus ada actus reus (perbuatan konkret yang melanggar hukum). Namun dalam perkara ini, yang dilakukan adalah penyampaian opini publik, bukan tindakan pemalsuan dokumen.
Oleh sebab itu, tidak ada perbuatan pidana yang dapat dipertanggungjawabkan.
3.Cacat Formil dan Substantif
Karena objek penyidikan (ijazah) berada di ranah administrasi negara, bukan pidana, maka tindakan penyidikan Polri tidak memiliki objek hukum yang sah (unlawful object).
Berdasarkan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka tanpa dasar hukum yang sah dapat dinyatakan tidak sah (void ab initio) dan dapat dibatalkan melalui praperadilan.
4.Mekanisme Praperadilan (Pasal 77 KUHAP)
Roy Suryo cs berhak mengajukan praperadilan untuk menilai sah atau tidaknya penetapan tersangka. Bila terbukti bahwa penetapan dilakukan tanpa dua alat bukti yang sah atau di luar kewenangan, maka status tersangka dapat dibatalkan oleh pengadilan.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 95 KUHAP, pihak yang dirugikan berhak mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik atas tindakan penyidik yang tidak sah.
5.Potensi Maladministrasi
Jika penyidikan dilakukan di luar kewenangan hukum yang sah, tindakan tersebut berpotensi dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang (abuse of power) atau maladministrasi, sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Langkah korektif dapat ditempuh melalui laporan etik dan administratif terhadap aparat yang melampaui kewenangannya.
Kesimpulan :
1.Polri tidak berwenang membuktikan keaslian ijazah, karena ijazah adalah produk hukum administrasi negara.
2.Jalur hukum yang tepat untuk menguji keabsahan ijazah adalah PTUN, bukan penyidikan pidana.
3.Penetapan tersangka Roy Suryo cs berpotensi cacat hukum, karena unsur pidana Pasal 263 KUHP tidak terpenuhi dan penyidikan dilakukan di luar kewenangan.
4.Penetapan tersebut dapat dibatalkan melalui praperadilan, disertai hak untuk ganti rugi dan rehabilitasi
5.Kasus ini menjadi pelajaran penting agar lembaga penegak hukum tidak mencampuradukkan ranah hukum pidana dan administrasi, demi menjaga kepastian hukum dan marwah institusi negara.
Penutup
Dalam negara hukum, setiap lembaga negara wajib bertindak berdasarkan kewenangan yang sah dan proporsional.
Kepolisian memiliki mandat menegakkan hukum pidana, sedangkan keabsahan dokumen administrasi negara merupakan ranah hukum administrasi yang menjadi yurisdiksi PTUN.
Kasus penetapan tersangka Roy Suryo cs menunjukkan perlunya pembenahan paradigma penegakan hukum, agar tidak terjadi kriminalisasi atas pendapat publik atau kesalahan dalam menentukan ranah hukum.
Menegakkan hukum dengan benar bukan hanya persoalan prosedur, tetapi juga komitmen moral dan konstitusional terhadap keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.
Dasar Hukum yang Relevan
1.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
3.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
4.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 Tahun 2009.
5.Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
6.Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
7.Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dan prinsip due process of law dalam sistem hukum nasional.
IWAN SINGADINATA.
(KONTRIBUTOR BERITA)
KABUPATEN TASIKMALAYA(09/11/25)
#PRESIDENPTABOWOSUBIANTO
#MABESPOLRI,#TIMREFORMASIPOLRI,#KOMINDIGI,#BERITAPOPULERTAHUN2025,#INDONESIANTOPOFTHEWORLD,#PUBLIK,#VIRALTAHUN2025,#SOROTANTAJAM
