IKUTAN NIMBRUNG MEMIKIRKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG KITA *MAUI*
Lintaspasundan-news
SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA.(16/10/2025). - Tak ada salahnya sebagai warga bangsa ikut sumbang saran dan peduli pada institusi yang kini sepertinya agak sumbang dalam kiprahnya dimata masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, sebagai warga masyarakat secara bersama, untuk memberikan secuil pemikiran, agar Polri kedepan lebih baik sesuai yang diinginkan.
Reformasi Polri terletak pada sistem, bukan teknis” menggambarkan pandangan bahwa perubahan mendasar di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak cukup hanya dengan memperbaiki hal-hal teknis seperti pelatihan, peralatan, atau prosedur operasional, melainkan harus menyentuh struktur, mekanisme, dan budaya sistemik yang mengatur seluruh kinerja institusi.
Agar lebih jelas, berikut penjelasannya:
1. Reformasi Sistem
Reformasi sistem berarti memperbaiki fondasi kelembagaan dan tata kelola. Fokusnya antara lain:
Akuntabilitas dan transparansi: membangun mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang efektif (seperti Kompolnas, Ombudsman, hingga partisipasi publik).
Rekrutmen dan promosi berbasis merit: bukan karena kedekatan atau senioritas, tapi kinerja dan integritas.
Pemurnian fungsi Polri: memperjelas batas antara fungsi penegakan hukum, pelayanan masyarakat, dan keamanan politik agar tidak tumpang tindih.
Budaya organisasi: menggeser paradigma “kekuasaan” menjadi “pelayanan”.
2. Perubahan Teknis (yang sifatnya pendukung saja)
Perubahan teknis mencakup hal-hal seperti:
Pelatihan SDM, penggunaan teknologi, SOP baru, atau peningkatan sarana prasarana.
Ini penting, tapi tidak akan efektif jika sistem dasarnya tetap korup, tertutup, atau berorientasi kekuasaan.
Perlu dicatat menurut para ahli tata kelola pemerintahan dan kepolisian (seperti Prof. Bambang Widodo Umar, mantan Kompolnas; Dr. Eko Prasojo, pakar reformasi birokrasi UI; dan Prof. Siti Zuhro, ahli politik LIPI), reformasi Polri tidak akan berhasil tanpa partisipasi publik.
**Mereka menekankan bahwa rakyat bukan sekadar objek keamanan, tapi subjek pengawasan dan penegakan nilai-nilai demokrasi.
1. Prof. Bambang Widodo Umar (ahli kepolisian UI):
Reformasi Polri bukan hanya urusan internal. Masyarakat harus menjadi mitra kritis agar perubahan sistem berjalan. Tanpa kontrol publik, reformasi akan berhenti di slogan.
Artinya, rakyat perlu berani menyuarakan kritik dan usulan dengan cara elegan — misalnya lewat media, forum masyarakat, atau lembaga pengawasan publik.
2. Dr. Eko Prasojo (pakar reformasi birokrasi):
Kelembagaan seperti Polri perlu transparansi sistemik — bukan sekadar teknis pelaksanaan. Reformasi sistem berarti memperbaiki tata kelola, bukan sekadar alat atau SDM-nya.
Jadi, fokus utama reformasi adalah membangun sistem yang mencegah penyalahgunaan wewenang, bukan hanya memperbaiki akibatnya.
3. Prof. Siti Zuhro (LIPI):
Rakyat punya hak moral dan konstitusional untuk memastikan aparat keamanan bekerja profesional. Partisipasi rakyat adalah fondasi demokrasi.
Ini menegaskan bahwa keterlibatan publik bukan gangguan, melainkan bagian dari kontrol sosial yang sehat.
Kesimpulan :
Reformasi sejati Polri tidak bisa hanya “memoles” teknis, tetapi harus mengubah sistem, struktur, dan budaya institusional agar Polri menjadi organisasi modern yang profesional, transparan, dan dipercaya publik.
Sebagai rakyat yang peduli pada Polri:
- Kita perlu mendukung reformasi berbasis sistem, bukan sekadar teknis.
- Kita berperan dalam mengawasi, memberi masukan, dan menjaga integritas Polri.
- Tujuannya bukan melemahkan Polri, tapi memperkuatnya sebagai pelindung dan pengayom rakyat, bukan kekuasaan.
Sumber dari berbagai literatur dan pustaka pribadi.
IWAN SINGADINATA.(KONTRIBUTOR BERITA DAERAH)@PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA@DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA@SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESI@KEMENTERIAN PERTAHANAN RI@MARKAS BESAR KEPOLISIAN RI@KEPOLISIAN DAERAH SELURUH INDONESIA@POLISI RESORT SELURUH INDONESIA#INDONESIANTOPOFTHEWORLD,#PUBLIK,#SEMUAORANG,#SOROTAN,#FYP,#NUSANTARA