Pemimpin Daerah Tak Semestinya Memiliki Tipe Kepemimpinan Balas Dendam Terbuka"

Table of Contents

Targetinfo news

SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA.(27/08/2025). Dalam demokrasi, dendam adalah beban. Oleh karena itu saatnya berdamai dan bekerja demi kepentingan rakyat, bukan membalas masa lalu.

Seorang politisi sejati yang memahami demokrasi tidak akan terjebak dalam dendam politik. Dalam demokrasi, persaingan memang keras, tetapi ketika kemenangan sudah diraih, dendam tidak ada lagi relevannya.

Ada beberapa alasan tertentu yang harus dipahami :

1. Esensi demokrasi adalah kompetisi sehat – lawan politik bukan musuh abadi, melainkan mitra dalam sistem yang sama.

2. Kemenangan berarti legitimasi – jika sudah menang, energi tidak perlu dihabiskan untuk membalas, melainkan untuk membangun.

3. Dendam hanya melemahkan – seorang pemimpin yang masih menyimpan dendam setelah menang akan kehilangan fokus terhadap agenda rakyat.

4. Kebesaran jiwa – pemimpin yang besar justru merangkul lawannya setelah kemenangan, menjadikannya simbol persatuan.

Kepemimpinan daerah yang diwarnai oleh dendam politik, akan berdampak tidak sehat bagi jalannya pemerintahan. Bila dugaan ini benar, ada kemungkinan  bisa terjadi kedepannya antara lain:

1. Kebijakan jadi tidak objektif

Keputusan diambil bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, tetapi untuk “menghukum” lawan politik. Misalnya, program yang bagus dari pemimpin sebelumnya dihentikan hanya karena berbeda kubu.

2. Diskriminasi dalam pelayanan publik

Kelompok masyarakat atau aparatur yang dianggap dekat dengan lawan politik bisa dipersulit, sementara yang dianggap pendukung diberi kemudahan.

3. Birokrasi tidak profesional

Aparatur sipil negara bisa ditekan untuk berpihak, bukan bekerja netral. Ini bisa menurunkan kinerja dan menimbulkan ketakutan di kalangan pegawai.

4. Masyarakat jadi terbelah

Polarisasi politik di tingkat elit bisa menular ke masyarakat. Akhirnya masyarakat ikut terpecah, tidak lagi kompak membangun daerah.

5. Pembangunan terhambat

Energi yang seharusnya dipakai untuk membangun daerah habis untuk konflik politik. Akibatnya investasi, inovasi, dan pelayanan publik jadi macet.

6. Potensi konflik sosial meningkat

Jika dendam politik dibiarkan, bisa meluas menjadi konflik antar kelompok sosial, apalagi jika melibatkan isu sensitif (agama, etnis, atau ekonomi).

Sebaliknya, kalau pemimpin daerah bisa menekan ego pribadi dan merangkul semua pihak, biasanya pembangunan lebih lancar, birokrasi lebih sehat, dan masyarakat lebih tenteram.

Dan bilamana Pemimpin Daerah melakukan rekonsiliasi. jelas lebih menguntungkan daerah, biasanya dikarenakan beberapa faktor :

1. Ego & luka lama

Setelah pertarungan politik yang panas, banyak tokoh merasa harga diri atau martabatnya diinjak. Luka itu sulit disembuhkan kalau tidak ada kerendahan hati.

2. Kepentingan kelompok

Tim sukses, relawan, dan pendukung sering menuntut “balas budi.” Pemimpin pun terjebak untuk membalas jasa dengan jabatan atau proyek, sehingga menyingkirkan kelompok lain.

3. Ketakutan akan pengkhianatan

Ada kekhawatiran kalau merangkul lawan, nanti lawan itu malah balik menikam dari dalam. Akhirnya pemimpin memilih “main aman” dengan hanya mengandalkan kelompoknya sendiri.

4. Budaya politik balas dendam

Di banyak daerah, sudah jadi kebiasaan bahwa “yang kalah harus tersingkir.” Pola ini diwariskan dari pemimpin ke pemimpin, sehingga sulit diputus.

5. Kurangnya teladan rekonsiliasi

Kalau di tingkat nasional atau di daerah lain jarang ada contoh pemimpin yang benar-benar merangkul lawan, otomatis di daerah pun lebih sulit menirunya.

6. Godaan kekuasaan

Rekonsiliasi sering dianggap “melepas sebagian kekuasaan” karena harus berbagi ruang dengan rival. Padahal pemimpin yang visioner tahu: kekuasaan yang dibagi justru bisa memperluas dukungan.

Tapi sebetulnya, kalau pemimpin berani memulai rekonsiliasi:

Daerah jadi lebih stabil.

Birokrasi lebih sehat.

Masyarakat tidak terpecah.

Reputasi pemimpin naik, bahkan bisa jadi modal untuk naik ke level politik lebih tinggi.

Kadang masalahnya bukan tidak bisa rekonsiliasi, tapi tidak ada kemauan untuk menekan ego pribadi demi kepentingan bersama

Pemimpin Yang Memiliki Tipe Kepemimpinan Balas Dendam Terbuka.

Pemimpin terang-terangan menyingkirkan semua orang yang dianggap “lawan.”

Program lawan dihentikan, orang-orang lawan dipindahkan, bahkan kadang dikriminalisasi.

Ciri khas: politik penuh permusuhan, masyarakat jadi terbelah.

Contoh Tipe kepemimpinan yang dikuasai dendam politik, biasanya bisa dikelompokkan dalam beberapa pola berikut:

1. Tipe Balas Dendam Terbuka

Pemimpin terang-terangan menyingkirkan semua orang yang dianggap “lawan.”

Program lawan dihentikan, orang-orang lawan dipindahkan, bahkan kadang dikriminalisasi.

Ciri khas: politik penuh permusuhan, masyarakat jadi terbelah.

2. Tipe Balas Dendam Diam-diam

Tidak terlihat frontal, tapi kebijakan dibuat secara halus untuk melemahkan lawan.

Misalnya: proyek lawan tidak dilanjutkan, izin usaha lawan dipersulit, ASN yang dianggap oposisi dipinggirkan pelan-pelan.

Dari luar tampak tenang, tapi dalamnya penuh intrik.

3. Tipe Eliminator

Pemimpin ini obsesif “membersihkan” semua jejak lawan politik.

Bukan sekadar balas dendam, tapi ingin lawan benar-benar hilang dari peta politik.

Biasanya dilakukan dengan cara memonopoli kekuasaan, menguasai birokrasi, bahkan menekan media.

Tipe Manipulatif

Tidak menyerang langsung, tapi mengadu domba kelompok masyarakat agar lawan politiknya kehilangan basis dukungan.

Bisa dengan menyebar isu, membuat stigma, atau menggunakan program pemerintah untuk mengisolasi kelompok tertentu.

5. Tipe Dinasti / Eksklusif

Kekuasaan hanya diberikan ke lingkaran sendiri, sementara lawan tidak pernah diberi ruang.

Semua posisi penting diisi oleh “orang dalam,” sehingga lawan politik tidak punya kesempatan berkembang.

Biasanya dendamnya diwariskan turun-temurun.

Tipe-tipe ini berbeda-beda, tapi sama-sama berbahaya karena lebih fokus pada rivalitas politik daripada pembangunan rakyat.

Penulis berharap kepemimpinan di-kabupaten tasikmalaya segera melakukan orientasi frontal dalam rekonsiliasi untuk mewujudkan pembangunan secara bersama.


IWAN SINGADINATA.

(KONTRIBUTOR BERITA)

#INDONESIANTOPOFTHEWORLD,#PUBLIK,#FYP,#SEMUAORANG